Kamis, 14 Juli 2011

DRAFT FILM PENDEK IMM HAMKA (2)



Dari awal bimbangku mulai menggerayah benakku. Aku yang telah lama mengenal IPM berfikir ulang apakah akan masuk IMM. Banyak pihak yang menentangku untuk memasuki rumah kecil yang sekarang ku huni. Banyak hal yang ku rasa benar-benar berbeda di IPM yang aku ikuti dulu, laki-laki dan perempuan yang bercampur, hafalan yang nihil, terlambat seolah menjadi sebuah kebiasaan, dan lain-lain. Juur begitu takutnya ku terseret arus, bukan..bukan berarti aku menganggap diriku orang yang baik, tapi ustru aku takut terlalu lemahnya aku dengan apa yang aku punya menyebabkan aku seperti yang dikatakan orang-orang kepadaku. Dalam bimbang ku akhirnya entah kenapa ku putuskan masuk IMM. Ku cari stand IMM dan bertanya tentang bagaimana caranya memasuki IMM. Ku biarkan resiko yang ku khawatirkan melintang di depanku yang kata orang dana yang akan aku dan teman-teman ku cari sendiri, laki-laki dan perempuan begitu akrab, dan lebih mengedepankan intelektual daripada religious. Satu yang ku katakana pada diriku sendiri, aku telah mantap.

Kemantapan sebuah pilihan membuat konsekuensi tersendiri. Awal aku di IMM ku temui dari 9 orang yang harusnya hadir, hanya 3 orang yang benar-benar datang tepat waktu. Sempat kecewa namun itulah awal ujianku dan ketika aku mengikuti DAD ternyata tak ada tabir dan batasan antara laki-laki dan perempuan, sempat aku ragu untuk memasuki ruangan dan keraguan itu tercermin dalam tindakan ketika aku memilih diam di luar. Seorang kakak angkatan menanyaiku,”Kenapa nggak masuk dik?” Aku hanya tersenyum dan ketika ia seolah mendesakku untuk masuk dengan takut-takut ku katakana,”Maaf, kenapa laki-laki dan perempuan dicampur?”tanyaku.

Kakak itu tersenyum cukup manis dan berkata,”Bila kamu tidak menyukainya, knapa nggak di ungkapkan?” Mendengar katanya jantungku seolah berhenti berdetak. Kakak itu masuk dan entah bagaimana caranya tiba-tiba barisan laki-laki dan perempuan terpisah saat aku memasukinya karena telah beberapa kali di panggil untuk ke dalam. Cukup kaget memang, ternyata kakak yang ku anggap telatan ternyata sigap menanggapi kritik yang ku lontarkan.

            Pengalamanku tak cukup berhenti di situ, suatu ketika ada MUSCAB, aku anak baru hanya bisa diajak untuk melihatnya. Di sana ku rasakan rusuh, hingga ada yang membanting kursi hanya untuk berdebat memperebutkan posisi ketua. Sejenak dalam pikirku, kenapa di IMM haus kekuasaan? Namun pengalaman itu tak merintangiku mandeg dari organisasi IMM. Aku harus mencoba bertahan untuk merangkai makna.
Hingga akupun bertahan setahun di IMM komisariat dan inilah awal perjalananku yang begitu menakjubkan di IMM. Ketika aku mulai merasakan nuansa kekeluargaan di IMM tiba-tiba ada acara yang memungkin kami akan berpindah jenjang dari komisariat ke cabang. Seperti tahun sebelumnya, musyawarah cabangpun dilaksanakan.  Tetapi ada yang berbeda kali ini, muscab kali ini tidak ada satupun yang mencalon menjadi ketua. Lama ditunggu, akhirnya dari komisariatku maju. Ketika ia maju di situlah ada sebuah kejutan kecil, dari cabang mencalonkan yang lain. Malang atau entah untung tapi itu adalah hal yang menyakitkan, justru calon dari cabang itulah yang menang. Sempat aku berfikir bagaimana mungkin seseorang dari kader kami yang berbaik hati mengisi kekosongan tapi malah kalah?

Sempat terjadi perang dingin antara komisariatku dan dia. Si ketua terpilih itu konon katanya menelepon temanku itu. Ia meminta maaf dan berusaha merangkul semuanya. Tak cukup menelpon ia ke rumah temanku itu, ia meminta maaf dan meminta ia menjadi sekertaris umum, dan ia juga meminta aku dan sebagian teman dari komisariatku menjadi pimpinan cabang. Tentu saja  terjadi penolakan tentang keputusan itu. Tapi aku dan teman yang lain yang dipilih terlanjur mengikuti jejak mantan calon ketua yaitu menyetujuinya.

Seperti awal aku masuk IMM, aku masuk cabangpun akhirnya ada pertentangan. Malam sebelum pelantikan aku di telepon oleh teman-teman dari komisariatku untuk mengundurkan diri. Aku bimbang namun ku tahu hakikat akan janji, ku harus menunaikannya. Tanpa dukungan dari keluarga komisariatkupun aku memilih mengikuti  pelantikan itu. Tentu saja banyak konflik yang terjadi tapi semua itu membangun pribadiku. Dan sekarang ketika aku boleh berandai kembali ke masa lalu, aku akan tetap tidak akan mengubah keputusanku, karena itulah yang memperkaya hidupku.

2 komentar: